Julio Best Setiyawan

Julio Best Setiyawan
Rider !!

Minggu, 14 Agustus 2011

Tanya Jawab Seputar Puasa Ramadhan dan Ied


Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya obat tetes hidung, mata dan telinga bagi orang yang berpuasa?

Jawaban:
Obat tetes hidung jika tetesan itu sampai masuk ke dalam perut maka membatalkan puasa, seperti yang dijelaskan dalam hadits Luqaith bin Shabrah yang mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
?Sempurnakanlah dalam membersihkan hidung, kecuali jika kalian sedang berpuasa.? (HR. Abu Dawud).
Orang yang berpuasa tidak boleh meneteskan obat tetes pada hidungnya hingga masuk ke dalam perutnya. Sedangkan jika tetesan itu tidak masuk ke dalam perut, maka tidak membatalkan.
Adapun tentang obat tetes mata dan obat tetes telinga tidak membatalkan puasa, karena tidak ada nash yang menjelaskan tentang kebatalannya dan tidak ada pula nash yang semakna dengannya. Mata bukanlah sarana untuk makan dan minum, begitu juga telinga, dia seperti pori-pori kulit lainnya. Sebagian ilmuwan berkata, bahwa jika seseorang digelitik telapak kakinya, maka dia akan merasakan sesuatu di tenggorokannya, tetapi hal itu tidak membatalkan puasa. Begitu juga orang yang memakai celak, memakai tetes mata, atau tetes hidung tidak membatalkan puasa, maupun mendapatkana rasa pada tenggorokan. Begitu juga jika seseorang mengolesi dirinya dengan minyak untuk berobat atau untuk selain berobat, maka hukumnya boleh. Begitu juga jika seseorang sakit sesak nafas, lalu menggunakan oksigen yang disalurkan ke mulutnya agar mudah bernafas tidak membatalkan puasa, karena hal itu tidak sampai ke perut, sehingga tidak dikategorikan makan atau minum.
Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007
Kata Kunci Terkait: hukum, puasa, zakat
Pertanyaan:
Di beberapa negara, ditetapkan sekitar 10 menit sebelum subuh sebagai waktu imsak, yang menjadi waktu bagi masyarakat untuk mulai berpuasa. Apakah perbuatan ini dibenarkan?

Jawaban:
Perbuatan ini tidak benar, karena Allah masih memperbolehkan orang yang berpuasa untuk makan atau minum, sampai betul-betul jelas telah terbit fajar. Allah berfirman,
???????? ??????????? ?????? ??????????? ?????? ????????? ?????????? ???? ????????? ?????????? ???? ?????????
?Makan dan minumlah kalian, sampai betul-betul jelas bagi kalian benang putih di atas benang hitam, yaitu terbitnya fajar.? (Q.s. Al-Baqarah:187)
Kemudian disebutkan dalam hadis dari Ibnu Umar dan A’isyah radhiallahu ‘anhum, bahwa Bilal biasanya berazan di malam hari. Lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Makan dan minumlah kalian, sampai Ibnu Ummi Maktum berazan, karena tidaklah dia mengumandangkan azan kecuali setelah terbit fajar.? (H.r. Bukhari, no. 1919 dan Muslim, no.1092)
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadis ini menunjukkan bolehnya makan, minum, jima’, dan segala sesuatu yang mubah, sampai terbit fajar.” (Syarah Shahih Muslim, 7:202)
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Termasuk bidah yang buruk adalah apa yang terjadi di zaman ini, yaitu melakukan azan kedua sekitar 20 menit sebelum fajar di bulan Ramadan, dan diiringi dengan memadamkan lampu sebagai tanda dilarangnya makan dan minum bagi orang yang hendak berpuasa, dengan anggapan bahwa orang melakukannya sebagai bentuk kehati-hatian dalam beribadah.” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 4:199)
Syekh Ibnu Utsaimin ditanya tentang ketetapan waktu untuk imsak sekitar 15 menit sebelum subuh, yang terdapat di beberapa kalender. Beliau menjawab, “Ini termasuk bid’ah, tidak memiliki dasar dalam sunah. Bahkan yang sesuai sunah adalah sebaliknya, karena Allah berfirman dalam Alquran,
???????? ??????????? ?????? ??????????? ?????? ????????? ?????????? ???? ????????? ?????????? ???? ?????????
‘Makan dan minumlah kalian, sampai betul-betul jelas bagi kalian benang putih di atas benang hitam, yaitu terbitnya fajar.’ (Q.s. Al-Baqarah:187)
Demikian pula, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Bilal, berazan di waktu malam (sebelum subuh), karena itu makan dan minumlah kalian, sampai kalian mendengar azan dari Ibnu Ummi Maktum, karena tidaklah dia berazan kecuali setelah terbit fajar.’
Imsak yang dilakukan sebagian orang semacam ini merupakan bentuk menambahi aturan yang Allah wajibkan, sehingga termasuk perbuatan yang salah. Tindakan ini juga termasuk bentuk tanaththu’ (tindakan melampaui batas dalam agama Allah). Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Binasalah orang melampaui batas dalam beragama, binasalah orang melampaui batas dalam beragama, binasalah orang melampaui batas dalam beragama.’” (H.r. Muslim, no. 2670)
Allahu a’lam.
Fatwa www.islamqa.com (http://islamqa.com/ar/ref/12602)
Diterjemahkan oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com).
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum. Mau tanya nih, Pak Ustadz. Apa yang harus kita lakukan saat tertinggal satu rakaat pada saat shalat tarawih?
Musyahir (**syahir@***.com)
Jawaban:
Wa’alaikumus salam.
Orang yang ketinggalan tarawih bisa langsung bergabung dengan imam, kemudian ketika imam salam shalat witir, si makmum ini langsung berdiri menggenapkan dengan menambahkan satu rakaat, kemudian baru salam. Selanjutnya, makmum masbuk bisa menambahi jumlah rakaat tarawih yang kurang, kemudian diakhiri dengan witir.
Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin ditanya, “Ketika ada orang yang baru datang, sementara jamaah dengan shalat tarawih dan ketinggalan beberapa rakaat shalat tarawih. Apakah saya mengganti shalat tarawih yang ketinggalan atau apa yang harus saya lakukan?”
Beliau menjawab, “Jika Anda ingin mengganti shalat tarawih yang ketinggalan, genapkanlah shalat witir bersama imam (dengan menambahkan satu rakaat ketika imam salam setelah shalat witir). Kemudian, hendaklah dia shalat sebanyak rakaat yang tertinggal, kemudian witir.” (Al-Liqa Asy-Syahri)
Disadur dari www.islamqa.com.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah.com).
Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya orang yang berpuasa makan karena lupa? Apa yang wajib dilakukan oleh orang yang melihatnya?
Jawaban:
Orang yang puasa, lalu makan atau minum karena lupa maka puasanya sah, tetapi jika dia ingat maka dia harus segera meninggalkan makan dan minumnya, hingga jika makanan atau minuman itu ada di mulutnya dia harus membuangnya. Dalil yang menunjukkan sahnya puasa orang yang lupa sehingga makan dan minum adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
???? ?????? ?????? ??????? ???????? ???? ?????? ??????????? ???????? ?????????? ?????????? ????? ?????????. (???? ????
?Barangsiapa yang terlupa sedangkan dia berpuasa, lalu dia makan atau minum, hendaklah dia terus menyempurnakan puasanya, karena dia telah diberi makan dan minum oleh Allah.? (HR. Muttafaq ‘alaih).
Lupa tidak menyebabkan seseorang dihukum jika melakukan perbuatan terlarang, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
?Ya Allah janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau salah.? Lalu Allah menjawab, ?Aku telah mengabulkannya.?
Adapun orang yang melihatnya, dia harus mengingatkannya, karena itu termasuk perbuatan mengubah kemungkaran dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang hal ini,
???? ????? ???????? ????????? ??????????????? ???????? ?????? ???? ?????????? ????????????? ?????? ???? ?????????? ???????????? ???????? ???????? ???????????. (???? ????
?Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah dia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya (yaitu kekuasaannya). Jika tidak mampu, hendaklah mencegah dengan lisannya. Kemudian kalau tidak mampu juga, hendaklah mencegah dengan hatinya. Itulah selemah-lemahnya iman.? (HR. Muslim).
Tidak diragukan lagi bahwa orang berpuasa yang makan dan minum pada waktu puasa termasuk kemungkaran, tetapi kemungkaran itu dimaafkan jika penyebabnya lupa, karena orang yang lupa tidak dihukum. Adapun jika ada orang yang melihatnya, maka tidak ada udzur baginya untuk membiarkan kemungkaran tersebut.

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah,
Shalat, Zakat, Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Pertanyaan:
Apakah mengeluarkan darah untuk penelitian di laboratorium dapat membatalkan puasa?

Jawaban:
Mengeluarkan darah untuk penelitian di laboratorium tidak membatalkan puasa, karena dokter kadang perlu mengambil darah orang yang sakit untuk diperiksa, hal semacam ini tidak membatalkan karena itu hanya darah sedikit yang tidak berpengaruh kepada badan seperti pengaruh bekam, sehingga tidak membatalkan. Asal hukumnya bahwa puasanya sah, maka tidak ada yang dapat merusaknya kecuali dengan dalil syar’i. Di sini tidak ada dalil syar’i yang menunjukkan bahwa orang puasa yang mengeluarkan darah sedikit batal puasanya. Adapun mengambil darah yang banyak dari orang yang puasa, seperti didonorkan kepada orang yang membutuhkan sehingga perlu mengambil banyak darah seperti bekam, maka hal itu membatalkan puasanya. Dengan demikian jika puasa itu hukumnya wajib, maka tidak diperkenankan bagi seseorang untuk mendonorkan darahnya kepada seseorang di kala dia berpuasa wajib, kecuali jika orang yang akan didonori itu benar-benar membutuhkan dan dalam keadaan kritis, yang tidak mungkin untuk diakhirkan pendonorannya hingga matahari tenggelam, dan dokter menyatakan bahwa darah orang yang berpuasa ini bermanfaat untuk menghilangkan bahayanya. Dalam keadaan seperti ini, boleh baginya mendonorkan darahnya, membatalkan puasanya, makan dan minum hingga kekuatannya kembali dan dia harus meng-qadha’-ya di lain hari. Wallahu a’lam.
Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007
Kata Kunci Terkait: bekam
Pertanyaan:
Bagaimana hukum puasa seseorang yang maninya keluar ketika dia sedang berpuasa?

Jawaban:
Keluar mani ketika berpuasa, hukumnya ada dua:
1. Keluar mani tanpa sengaja, hukumnya tidak sampai membatalkan puasa.
Misalnya, mimpi basah di siang hari bulan Ramadan. Sebabnya, orang yang tidur tidak mampu mengendalikan mimpinya. Demikian pula, syahwat yang memuncak di kala mimpi basah hingga keluar mani, itu terjadi di luar kemampuannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
??? ????? ?? ????? ?? ??????? ??????? ??? ???? ??? ???? ??? ?????? ??? ?????? ??? ????? ??? ?????
Pena catatan amal itu diangkat (tidak dicatat amalnya, pen.), untuk tiga orang: orang gila sampai dia sadar, orang yang tidur sampai dia bangun, dan anak kecil sampai dia balig.” (H.R. An-Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibnu Majah; dinilai sahih oleh Al-Albani)
2. Mengeluarkan mani dengan cara disengaja dan dipaksakan, maka puasanya batal. Baik dengan cara onani maupun ketika bercumbu dengan istri, hingga keluar mani.
Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin mengatakan, “Termasuk pembatal puasa adalah mengeluarkan mani dengan syahwat (disengaja keluar, pen.). Yang demikian itu menyebabkan puasanya batal. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis Qudsi, “Allah berfirman (yang artinya), ‘Orang yang berpuasa itu meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena diri-Ku.‘” (H.R. Bukhari dan Abu Daud). (Liqa’at Bab Al-Maftuh, volume 50, hlm. 10)
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
=========
Catatan Redaksi:
Anda bisa melihat Video Fatwa Ramadhan: Mimpi Basah Siang Hari Ramadhan di: http://yufid.tv/fatwa-ramadhan-mimpi-basah-siang-hari-ramadhan/
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum. Pada bulan Ramadan, setelah menunaikan shalat tarawih dengan witir, bolehkah melaksanakan shalat tahajud sebelum makan sahur (dan ditutup dengan witir juga)? Terima kasih.
Budi ks (**budi@***.com)

Jawaban:
Wa’alaikumussalam.
Tahajud setelah tarawih
Diperbolehkan bagi orang yang sudah melaksanakan shalat tarawih untuk menambah shalat malam dengan shalat tahajud. Hanya saja, kami menyarankan dua hal:
Pertama, hendaknya ikut imam sampai selesai, dan jangan pulang sebelum imam melakukan witir. Tujuannya, agar kita mendapatkan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadis berikut,
???? ????? ???? ????????? ?????? ?????????? ?????? ???? ??????? ???????
?Siapa saja yang ikut shalat tarawih berjemaah bersama imam sampai selesai maka untuknya itu dicatat seperti shalat semalam suntuk.? (H.r. Abu Daud dan Turmudzi; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Kedua, tidak boleh melakukan witir dua kali. Jika sudah witir bersama imam maka ketika tahajud tidak boleh witir lagi. Ini berdasarkan hadis,
??? ????????? ??? ????????
?Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam.? (H.r. Abu Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Dalam Fatwa Lajnah Daimah (6:45) disebutkan, ?Jika Anda shalat tarawih bersama imam maka yang lebih utama adalah melakukan witir bersama imam, agar mendapatkan pahala sempurna, sebagaimana disebutkan dalam hadis, ‘Barang siapa yang ikut shalat tarawih berjemaah bersama imam sampai selesai maka untuknya itu dicatat seperti shalat semalam suntuk.’ (H.r. Abu Daud dan Turmudzi). Jika Anda bangun di akhir malam dan ingin menambah shalat maka silakan shalat sesuai keinginan, namun tanpa witir, karena tidak ada witir dalam semalam.? (Ditanda-tangani oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdurrazaq Afifi, Syekh Abdullah Ghadyan, Syekh Shaleh Al-Fauzan, Syekh Abdul Aziz Alu Syekh, dan Syekh Bakr Abu Zaid)
Bagaimana cara mengakhiri tarawih bersama imam?
Ada dua cara:
1.      Anda ikut shalat witir bersama imam sampai selesai, dan nanti tidak witir lagi.
2.      Ketika imam salam pada saat shalat witir, Anda berdiri dan menggenapkannya dengan satu rakaat, sehingga Anda belum dianggap melakukan witir. Kemudian, di akhir malam, Anda bisa shalat tahajud dan melakukan witir.
Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin mengatakan, ?Apabila orang yang hendak shalat tahajud mengikuti imam dalam shalat witir maka hendaknya dia genapkan, dengan dia tambahkan satu rakaat. Ini adalah salah satu cara untuk orang yang hendak tahajud. Dia ikut imam dalam shalat witir dan dia genapkan rakaatnya dengan menambahkan satu rakaat, sehingga shalatnya yang terakhir di malam hari adalah shalat witir …. Dengan demikian, dengan cara ini, dia akan mendapatkan dua amal: mengikuti imam sampai selesai dan dia juga mendapatkan sunah menjadikan akhir shalat malam dengan shalat witir. Ini adalah satu amal yang baik.? (Syarhul Mumthi’, 4:65–66)
Catatan
Syekh Shaleh Al-Fauzan mengatakan, “Jika ada orang yang shalat tarawih dan shalat witir bersama imam, kemudian dia bangun malam dan melaksanakan tahajud maka itu diperbolehkan, dan dia tidak perlu mengulangi witir, tetapi cukup dengan witir yang dia laksanakan bersama imam …. Jika dia ingin mengakhirkan witir di ujung malam maka itu diperbolehkan, namun dia tidak mendapatkan keutamaan mengikuti imam. Yang paling utama adalah mengikuti imam dan witir bersama imam. Mengingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Barang siapa yang ikut shalat tarawih berjamaah bersama imam sampai selesai maka untuknya itu dicatat seperti shalat semalam suntuk.’ Hendaknya dia mengikuti imam, witir bersama imam, dan jangan jadikan ini penghalang untuk bangun di akhir malam dalam rangka tahajud.” (Majmu’ Fatawa Syaikh Shaleh Al-Fauzan, 1:435)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar