Julio Best Setiyawan

Julio Best Setiyawan
Rider !!

Senin, 23 November 2015

Sustainable Apparel Coalition

Sustainable Apparel Coalition

Sustainable Apparel Coalition
Mengintip Masa Depan Industri Pakaian
ISTIMEWA
Perlahan namun pasti, para pelaku industri pakaian mulai memperbaiki gaya berbisnis mereka. Selain fokus menciptakan karya-karya busana spektakuler, kini mereka mulai peduli pada isu lingkungan, dari limbah yang mereka ciptakan selama ini.

Seperti beberapa industri lain, industri pakaian adalah salah satu bidang udaha yang menciptakan limbah bagi lingkungan. Untuk mencegah keberlanjutan hal itu, beberapa merek pakaian dunia bersepakat membuat koalisi.

Terciptalah Sustainable Apparel Coalition (SAC), yang anggotanya merupakan pemilik perusahaan pakaian dan alas kaki kelas kelas dunia serta organisasi nirlaba (yang mewakili hampir sepertiga pangsa pasar global dari bidang pakaian dan alas kaki).

Mereka bersepakat mengatasi tantangan sosial dan lingkungan di masa depan bersama-sama. Tujuannya agar industri pakaian dan alas kaki, ke depan, dapat mengurangi limbahnya. Koalisi itu berupaya memberi manfaat positif bagi masyarakat dan komunitas yang terkait dalam industri busana. Hal itu merupakan inisiatif dari berbagai merek besar dunia, di antaranya Adidas dan Columbia Sportswear.

Dengan terlibatnya banyak pemangku kepentingan, koalisi ini berusaha membangun pendekatan untuk mengukur dan mengevaluasi dampak dan keberlanjutan dari produksi pakaian dan sepatu yang mereka buat.

Terciptanya Sistem Penilaian
Higg Index adalah sebuah sistem penilaian (kualitas pakaian) yang diluncurkan Juli 2012. Motode ini dibuat dengan tujuan menciptakan pendekatan standar, untuk mengukur dan mengevaluasi dampak keberlanjutan dari produk pakaian dan alas kaki. Juga untuk menginformasikannya kepada perusahaan-perusahaan pakaian, dalam mengambilan keputusan bisnis tentang seberapa ramah produk yang mereka hasilkan.

Perusahaan-perusahaan ini mengawali pertemuan pertama mereka pada 2009. Mereka lalu mengintegrasikan kedua elemen sisitem penilaian, yakni Outdoor Industry Association’s Eco Index dan Nike Materials Sustainability Index. Hingga kini, Higg Indeks terus dikembangkan dengan menggabungkan unsur-unsur terbaik dari dua elemen tersebut.

Ia juga menggabungkan elemen GSCP (Global Social Compliance Programme) Environmental Reference Tools. Yang pasti, anggota SAC telah menghabiskan hampir dua tahun untuk meninjau, menguji, dan meningkatkan Higg Index hingga hasilnya seperti sekarang, dan telah digunakan di luar negeri.

Tujuan utama sistem ini adalah mengukur siklus hidup lingkungan (termasuk penggunaan kualitas air, energi/gas rumah kaca, limbah, dan bahan kimia/racun) dari sebuah pakaian. Juga dampak sosial dari produk pakaian dan alas kaki. Ia penting untuk mendukung keputusan bisnis dari pelaku usaha di bidang itu.

Jadi, ia tidak hanya fokus mengurangi racun dan limbah, tapi juga memikirkan konsep yang bijak untuk memperlakukan orang-orang yang bekerja di industri pakaian. Yakni, apakah mereka telah diperlakukan adil, bisa bekerja aman, dan tidak ada perlakuan diskriminatif.

Higg Index telah menjadi indikator apakah perusahaan tersebut memiliki sistem manajemen lingkungan yang baik. Sesuatu yang pada akhirnya akan mendorong nilai bisnis dari barang yang dihasilkan, dengan menghadirkan penghematan biaya dan inovasi. Kegiatan SAC didanai melalui keuntungan anggota, melalui iuran tahunan. Untuk proyek yang lebih besar, masing-masing perusahaan dapat memilih untuk menyumbangkan dana tambahan.

Secara singkat tentang cara kerja Higg Index, ia menilai skor dari Materials Sustainability Index (MSI) sebuah produk, dari data life cycle inventory (LCI) yang ada. Ia kemudian melacak dampak dari pakaian ini, dilihat dari indikator asal-usul bahan baku, atau komponen untuk membuat tekstil dan sepatu, termasuk pengolahan bahan baku pra-produksi dan pasca produksi.

Produk Ramah Lingkungan
Sebuah produk yang baik tentu memberi manfaat efisiensi bisnis yang baik. Tentang hal itu, dilansir dari www.forbes.com, Paul Dillinger, Senior Director of Global Design Levi’s, mengatakan, “Sebagai desainer, kadang kami hanya fokus pada apa yang kami tahu. Dan sering kali keputusan yang kami buat mencakup apa desain yang kita buat dan bahan digunakan, tidak sejalan dengan dampak pemahaman terhadap lingkungan. Dengan sarana ini, kita memiliki kesempatan untuk benar-benar memahami proses desain, apa potensi bahan tersebut ke depan. Jadi bukan hanya untuk membuatnya keberlanjutan, tetapi juga untuk membuat produk yang fleksibel.”

“Ini adalah upaya terpuji industri (tekstil) untuk menciptakan produk yang pada akhirnya memberi dampak baik bagi manusia dan planet kita,” ujar Linda Greer, Health Program Director NRDC (Natural Resources Defense Council), seperti dikutip dari www.bloomberg.com.

“Kami mencoba membuatnya secara menyeluruh, mencoba untuk membuat penilaian mengenai dampak keseluruhan dari produk. Bahwa saat ini, sebuah produk jangan hanya mementingkan tren. Pakaian dan alas kaki adalah industri yang bisa mencapai keuntungan satu triliun dollar AS per tahun. Itu akan membuat dampak sangat signifikan pada lingkungan. Jadi kita bukan lagi bicara seberapa ‘hijau’-nya produk hari ini dan esok. Karena faktanya, industri ini akan tetap menjadi industri besar. Semakin menggurita dia, tentu akan semakin besar pula dampaknya (pada lingkungan),” ujar Executive Director SAC, Jason Kibbey.

Menurutnya, banyak perusahaan menggunakan label “ramah lingkungan” tanpa benar-benar memahaminya (baca: melakukannya). Maka Higg Index akan menjadi terobosan baru dalam dunia mode, terutama untuk memberi manfaat baik konsumen. Karena perusahaan akan membuat pakaian dengan kualitas terbaik, dan pembeli tidak perlu sering-sering membeli pakaian baru setiap saat. Arm/R-1



Komentar Selebritas
Berikut ini adalah para selebritas lokal yang memiliki usaha di bidang pakaian. Kira-kira apa komentar mereka tentang kehadiran Sustainable Apparel Coalition, lembaga yang fokus pada kualitas sebuah produk pakaian, yang berhubungan dengan isu lingkungan?

Gita Sinaga
Sudah Diterapkan di Luar Negeri

Tidak mungkin seseorang menjadi selebritas selamanya karena proses regenerasi pasti berlaku. Untuk itulah, sejak muda, Gita Sinaga sudah mempersiapkan diri memulai bisnis. Ya, sejak setahun lalu, ia sudah membuka butik di salah satu mal di Bekasi. Butik ini menjual khusus pakaian perempuan yang sedang tren. Perempuan Batak itu bahkan mengaku saat ini sedang asyik menggeluti dunia bisnis meski dunia hiburan tidak seluruhnya ia tinggalkan. “Nanti kalau saya sudah nggak produktif lagi, biar ada persiapan,” kata dia.

Tentang kehadiran sistem Higg Index yang diterapkan oleh Sustainable Apparel Coalition, Gita mengaku sudah mengetahui meski tak terlalu tahu proses penilaian kualitas produknya. Ia katakan, semakin lama dunia digital semakin canggih, makanya tak heran kalau sekarang, pakaian juga bisa diregistrasi untuk dinilai kualitasnya.

“Di luar negeri, Apparel Scoring System memang sudah populer. Aku memang sudah dengar tentang nomor registrasi pakaian. Cuma di sini kayaknya sih kita belum bisa deh menggunakan sistem itu. Soalnya pakaian yang aku jual juga nggak satu merek saja (sedangkan yang didaftarkan harus satu merek). Belanjanya saka masih mencar-mencar, di mana ada yang bagus modelnya, di situ aku belanja. Jadi kayaknya belum perlu,” imbuhnya.

Delia Septianti
Tak Sadari Dampak Limbah Produksi

Delia Septianti sudah empat tahun berbisnis butik. Ia mulai dari bazar kecil hingga akhirnya memiliki butik tetap. Secara jujur, Delia yang kebanyakan memproduksi baju sendiri tidak pernah memikirkan limbah dan akibat apa yang ditimbulkan dari baju-baju yang ia jual.

“Aku belum pernah dengar Apparel Scoring System. Tapi kalau misalnya di Jakarta diterapin pemerintah, aku pasti ikut meskipun risikonya harus mencari bahan yang lebih bagus agar tahan lama,” jelasnya. Ia mengaku akan menjadikan hal ini sebagai dasar Delia untuk membuat baju ke depan. Jadi, tak hanya model yang perlu dipikirkan, tapi juga kualitas bahan perlu jadi pertimbangan, agar baju-bajunya lebih awet.

“Aku yakin banget teman-temanku yang suka belanja baju juga setuju dengan hal ini. Karena kalau terlalu banyak baju yang nggak terpakai, juga buat apa? Lebih bagus beli yang tahan lama, dan kalau bisa lebih bagus jika mungkin untuk didaur ulang,” imbuh dia.


Aldi Taher
Kita Belum Perlu

Aldi Taher adalah salah satu aktor lokal yang memiliki usaha butik pakaian dan sepatu. Meski barang-barang yang ia jual datang dari home industry, kualitasnya terjamin. “Kalau aku pribadi sih baru dengar tentang lembaga itu. Tapi kalau dicermati, sepertinya banyak aturan yang nantinya akan mrenyulitkan usaha-usaha kecil. Selama masih bisa tidak memakai istilah Apparel Scoring itu ya nggak usah deh karena nanti yang paling dirugikan rakyat,” tandas dia saat dihubungi melalui telepon genggam, Kamis (9/8).

Aldi sendiri sangat mendukung adanya pabrik-pabrik rumahan yang berkreasi karena dari situ banyak tenaga kerja terpakai. Dengan kata lain, bisa mengurangi jumlah pengangguran. “Untuk Indonesia sih, kayaknya hal itu belum penting dilakukan meskipun di negara-negara maju sudah mulai diterapkan. Indonesia kan masih berkembang, jadi masih banyak yang harus ditata dulu. Jangan hanya karena sebuah sistem, nanti malah bisa mematikan usaha rakyat kecil,” sambung dia. smn/R-1

Fashion Yang Berkelanjutan - Sustainable fashion, also called eco fashion, is a part of the growing design philosophy and trend of sustainability, the goal of which is to create a system which can be supported indefinitely in terms of environmentalism and social responsibility. Secara berkelanjutan, juga disebut eco fashion, merupakan bagian dari filosofi desain tumbuh dan tren keberlanjutan, tujuan yang adalah untuk menciptakan sebuah sistem yang dapat didukung tanpa batas dalam hal lingkungan hidup dan tanggung jawab sosial. Origin and purpose Sustainable fashion is part of the larger trend of sustainable design where a product is created and produced with consideration to the environmental and social impact it may have throughout its total life span, including its "carbon footprint". According to the May 2007 Vogue, sustainable fashion appears not to be a short-term trend but one which could last multiple seasons.[1] Whileenvironmentalism used to manifest itself in the fashion world through a donation of percentage of sales of a product to a charitable cause, fashion designers are now re-introducing eco-conscious methods at the source through the use of environmentally friendly materials and socially responsible methods of production. According to Earth Pledge, a non-profit organization (NPO) committed to promoting and supporting sustainable development, "At least 8,000 chemicals are used to turn raw materials into textiles and 25% of the world's pesticides are used to grow non-organic cotton. This causes irreversible damage to people and the environment, and still two thirds of a garment's carbon footprint will occur after it is purchased
Asal dan tujuan
Secara berkelanjutan merupakan bagian dari tren yang lebih besar dari desain yang berkelanjutan di mana produk yang dibuat dan diproduksi dengan pertimbangan dampak lingkungan dan sosial yang mungkin memiliki seluruh jumlah rentang hidupnya , termasuk yang " jejak karbon " . Menurut Mei 2007 Vogue , fashion berkelanjutan tampaknya tidak menjadi tren jangka pendek tapi satu yang bisa bertahan beberapa musim . [ 1 ] Sedangkan environmentalisme digunakan untuk memanifestasikan dirinya dalam dunia fashion melalui sumbangan persentase dari penjualan produk untuk penyebab amal , perancang busana yang kini kembali memperkenalkan metode - sadar lingkungan pada sumber melalui penggunaan bahan yang ramah lingkungan dan metode tanggung jawab sosial dari produksi .
Menurut Ikrar Bumi , sebuah organisasi non -profit ( NPO ) berkomitmen untuk mempromosikan dan mendukung pembangunan berkelanjutan , " Setidaknya 8.000 bahan kimia yang digunakan untuk mengubah bahan baku menjadi tekstil dan 25 % pestisida di dunia yang digunakan untuk menanam kapas non - organik . hal ini menyebabkan kerusakan permanen pada manusia dan lingkungan , dan masih dua pertiga dari jejak karbon pakaian yang akan terjadi setelah dibeli
Materials There are many factors when considering the sustainability of a material. The renewability and source of a fiber, the process of how a raw fiber is turned into a textile, the working conditions of the people producing the materls, and the material's total carbon footprint. Bahan Ada banyak faktor ketika mempertimbangkan keberlanjutan dari suatu material. The lebih ramah dan sumber serat, proses bagaimana serat mentah berubah menjadi tekstil, kondisi kerja orang-orang yang memproduksi bahan-bahan, dan jumlah jejak karbon material. Natural fibers Natural Fibers are fibers which are found in nature and are not petroleum-based. Natural fibers can be categorized into two main groups, cellulose or plant fiber and protein or animal fiber. Serat alami Serat alami adalah serat yang ditemukan di alam dan tidak berbasis minyak bumi. Serat alami dapat dikategorikan menjadi dua kelompok utama, selulosa atau serat tanaman dan protein atau serat hewani. Cellulose Cotton is one of the most widely grown and chemical-intensive crops in the world.[3] Conventionally grown cotton uses approximately 25% of the worlds insecticides and more than 10% of the worlds pesticides.[4] Other cellulose fibers include: Jute, Flax, Hemp, Ramie, Abaca, Bamboo (used for viscose), Soy, Corn, Banana, Pineapple, Beechwood (used for rayon). Selulosa Kapas merupakan salah satu tanaman yang paling banyak ditanam dan kimia intensif di dunia [3] kapas konvensional tumbuh menggunakan sekitar 25% dari dunia insektisida dan lebih dari 10% dari dunia pestisida [4] serat selulosa lainnya termasuk:.. Rami , Flax, rami, rami, pisang abaca, Bambu (digunakan untuk viscose), kedelai, jagung, pisang, nanas, Beechwood (digunakan untuk rayon).
Protein Wool, Silk, Angora, Camel, Alpaca, Llama, Vicuna, Cashmere, Mohair Protein Wol, sutra, Angora, Camel, Alpaca, Llama, Vicuna, Cashmere, Mohair Recycled fibers Recycled or reclaimed fibers are made from scraps of fabrics collected from clothing factories, which are processed back into short fibres for spinning into a new yarn.[5] There are only a few facilities globally that are able to process the clippings and variations range from a blend of recycled cotton fibers+added rePET yarns for strength to recycled cotton fibres+virgin acrylic fibers which are added for color consistency and strength. Serat daur ulang Didaur ulang atau serat reklamasi yang terbuat dari potongan-potongan kain yang dikumpulkan dari pabrik-pabrik pakaian, yang diproses kembali menjadi serat pendek untuk pemintalan menjadi benang baru. [5] Hanya ada beberapa fasilitas global yang mampu memproses kliping dan variasi berkisar dari campuran serat kapas daur ulang + tambah repet benang untuk kekuatan untuk serat kapas daur ulang + serat akrilik perawan yang ditambahkan untuk konsistensi warna dan kekuatan. Designers Designers say that they are trying to incorporate these sustainable practices into modern clothing, rather than producing "hippie clothes."[1] Due to the efforts taken to minimize harm in the growth, manufacturing, and shipping of the products, sustainable fashion is typically more expensive than clothing produced by conventional methods.[1] Celebrities, models, and designers such as Stella McCartney, Amour Vert, Edun, Stewart+Brown, Shalom Harlow and Summer Rayne Oakes have recently drawn attention to socially conscious and environmentally friendly fashion. "Portland Fashion Week", which has featured sustainable designers and apparel since 2005, has also attracted international press for its efforts to sustainably produce a fashion week that showcases 100% eco-friendly designs.[6] In Europe renowned trademarks are Armedangels from Cologne, Germany,Ajna-Organic fashion from Germany, Nudie Jeans from Sweden, Pelechecoco From Denmark, KamiOrganic from Paris, Pants to Poverty or Po-Zu shoes from London, room to roam (reversible clothes) from Munich, Royal Blush accessories from Switzerland or the Bio Shirt Company Berlin. In Costa Rica and Italy, Generation Pacifique is an active player in a new holistic movement aimed to raise human consciousness and eco-conscious clothing.
A new interesting part of sustainable fashion is the so-called prison couture.[7] The first Eastern European prisoners are designing sustainable prison fashion in Latvia and Estonia under the Heavy Eco label Desainer Desainer mengatakan bahwa mereka mencoba untuk menggabungkan praktek-praktek berkelanjutan ini menjadi pakaian modern, daripada memproduksi " pakaian hippie . " [ 1 ] Karena upaya yang dilakukan untuk meminimalkan kerugian dalam pertumbuhan , manufaktur , dan pengiriman produk , fashion berkelanjutan biasanya lebih mahal daripada pakaian yang diproduksi dengan metode konvensional . [ 1 ] Selebriti , model , dan desainer seperti Stella McCartney , Amour Vert , Edun , Stewart + Brown , Shalom Harlow dan musim panas Rayne Oakes baru-baru ini menarik perhatian sosial sadar dan ramah lingkungan fashion. " Portland Fashion Week " , yang telah menampilkan desainer yang berkelanjutan dan pakaian sejak tahun 2005 , juga telah menarik pers internasional atas upaya berkelanjutan untuk menghasilkan sebuah pekan mode yang menampilkan 100 % ramah lingkungan desain . [ 6 ] Di Eropa merek dagang terkenal adalah Armedangels dari Cologne , Jerman , fashion Ajna - Organik dari Jerman , Nudie Jeans dari Swedia , Pelechecoco Dari Denmark , KamiOrganic dari Paris , Pants to Poverty atau sepatu Po - Zu dari London , ruang untuk menjelajah ( pakaian reversibel ) dari Munich, aksesoris Kerajaan Blush dari Swiss atau Bio Kaos Perusahaan Berlin . Di Kosta Rika dan Italia , Generasi Pacifique adalah pemain aktif dalam gerakan holistik baru yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran manusia dan eko-sadar pakaian. Sebuah bagian yang menarik baru fashion yang berkelanjutan adalah yang disebut penjara couture . [ 7 ] Para tahanan Eropa Timur pertama yang merancang busana penjara berkelanjutan di Latvia dan Estonia di bawah label Heavy Eco Organization There are some organizations working to increase opportunities for sustainable designers. The National Association of Sustainable Fashion Designers is one of those organizations. Its purpose is to assist entrepreneurs with growing fashion related businesses that create social change and respect the environment. Sustainable Designers provides specialized triple bottom line education, training, and access to tools and industry resources that advance creative, innovative and high impact businesses. The organization’s mission is to create social change through design and fashion related businesses by providing education, training and programs that are transformative to the industry and to cultivate collaboration, sustainability and economic growth. Undress Brisbane is an Australian fashion show that sheds light on sustainable designers in Australia.
Organisasi Ada beberapa organisasi yang bekerja untuk meningkatkan kesempatan bagi desainer yang berkelanjutan. The National Association of Sustainable Fashion Designers adalah salah satu organisasi. Tujuannya adalah untuk membantu pengusaha dengan pertumbuhan bisnis fashion yang terkait yang menciptakan perubahan sosial dan menghormati lingkungan. Desainer Berkelanjutan memberikan pendidikan khusus triple bottom line, pelatihan, dan akses ke alat dan sumber daya industri yang memajukan bisnis kreatif, inovatif dan dampak tinggi. Misi organisasi adalah untuk menciptakan perubahan sosial melalui desain dan bisnis fashion yang terkait dengan memberikan pendidikan, pelatihan dan program yang transformatif untuk industri dan untuk menumbuhkan kolaborasi, keberlanjutan dan pertumbuhan ekonomi. Menanggalkan pakaian Brisbane adalah fashion show Australia yang menyoroti desainer berkelanjutan di Australia. Controversy Though all cotton has a large carbon footprint for its cultivation and production, organic cotton is considered a more sustainable choice for fabric, as it is completely free of destructive toxic pesticides and chemical fertilizers. Many designers have begun experimenting with bamboo fibre, which absorbs greenhouse gases during its life cycle and grows quickly and plentifully without pesticides.[9] Even with this, bamboo fabric can cause environmental harm in production due to the chemicals used to create a soft viscose from hard bamboo.[10] Some believe hemp is one of the best choice for eco fabrics due to its ease of growth, though it remains illegal to grow in some countries.[citation needed] These facts regarding production of new materials make recycled, reclaimed, surplus, and vintage fabric arguably the most sustainable choice, as the raw material requires no agriculture and no manufacturing to produce. Recently,[when?] another alternative to sustainable fashion has emerged that uses synthetic fibers with a process called AirDye technology that eliminates all water from the dyeing and printing process. While critics still point to the chemicals used in making synthetic materials, this method significantly reduces water consumption and pollution, while cotton (organic or not) uses a tremendous amount of water during the growth and dyeing phases Kontroversi Meskipun semua kapas memiliki jejak karbon yang besar untuk budidaya dan produksi , katun organik dianggap sebagai pilihan yang lebih berkelanjutan untuk kain , karena benar-benar bebas dari pestisida beracun yang merusak dan pupuk kimia . Banyak desainer telah mulai bereksperimen dengan serat bambu , yang menyerap gas rumah kaca selama siklus hidup dan tumbuh dengan cepat dan deras tanpa pestisida . [ 9 ] Bahkan dengan ini , kain bambu dapat menyebabkan kerusakan lingkungan produksi akibat bahan kimia yang digunakan untuk membuat viscose lembut dari bambu keras [ 10 ] beberapa percaya . ganja adalah salah satu pilihan terbaik untuk eco kain karena kemudahan pertumbuhan , meskipun masih ilegal untuk tumbuh di beberapa negara . [ rujukan? ] fakta-fakta ini mengenai produksi
bahan baru membuat daur ulang , reklamasi , surplus, dan kain vintage yang bisa dibilang pilihan yang paling berkelanjutan , sebagai bahan baku tidak memerlukan pertanian dan manufaktur untuk menghasilkan tidak ada . Baru-baru ini , [ kapan? ] Alternatif lain untuk secara berkelanjutan telah muncul yang menggunakan serat sintetis dengan proses yang disebut teknologi AirDye yang menghilangkan semua air dari pencelupan dan proses pencetakan . Sementara kritikus masih menunjukkan bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan bahan sintetis , metode ini secara signifikan mengurangi konsumsi air dan polusi , sementara kapas ( organik atau tidak ) menggunakan sejumlah besar air selama pertumbuhan dan mewarnai fase Future of fashion sustainability On May 3, 2012, the world's largest summit on Fashion Sustainability was held in Copenhagen, gathering more than 1,000 key stakeholders in the industry to discuss the importance of making the fashion industry sustainable. Copenhagen Fashion Summit has since then gathered thousands of people form the Fashion industry in their effort to create a movement within the industry.[11] In July 2012, the Sustainable Apparel Coalition launched the Higg Index, a self-assessment standard designed to measure and promote sustainable supply chains in the apparel and footwear industries.[12][13] Founded in 2011, the Sustainable Apparel Coalition is a nonprofit organization whose members include brands producing apparel or footwear; retailers; industry affiliates and trade associations; the U.S. Environmental Protection Agency, academic institutions and environmental nonprofits Masa Depan keberlanjutan mode Pada tanggal 3 Mei 2012, KTT terbesar di dunia pada Keberlanjutan Mode diadakan di Kopenhagen, mengumpulkan lebih dari 1.000 pemangku kepentingan utama dalam industri untuk membahas pentingnya membuat industri fashion yang berkelanjutan. Copenhagen Mode Summit sejak itu mengumpulkan ribuan orang membentuk industri fashion dalam upaya mereka untuk menciptakan sebuah gerakan dalam industri. [11] Pada bulan Juli 2012, Pakaian Koalisi Berkelanjutan meluncurkan Indeks Higg, standar penilaian sendiri yang dirancang untuk mengukur dan mempromosikan rantai pasokan yang berkelanjutan dalam pakaian dan sepatu industri [12] [13] Didirikan pada tahun 2011, Pakaian Koalisi Berkelanjutan adalah nirlaba. organisasi yang anggotanya termasuk merek memproduksi pakaian atau alas kaki, pengecer, afiliasi industri dan asosiasi perdagangan, sedangkan US Environmental Protection Agency, lembaga akademik dan organisasi nirlaba lingkungan
Sustainable labour costing in fashion In 2013 Doug Miller of Northumbria University discussed specific features of buying behaviour in the UK fashion retail industry. Examining ongoing wage defaulting and import price deflation in the global apparel industry a case is made that an absence of labour costing defeat compliance benchmarks Tenaga kerja Berkelanjutan biaya dalam mode Pada tahun 2013 Doug Miller of Northumbria University membahas fitur khusus dari perilaku pembelian dalam industri fashion retail Inggris. Meneliti default upah yang sedang berlangsung dan deflasi harga impor dalam industri pakaian global kasus yang dibuat bahwa tidak adanya tenaga kerja biaya kekalahan benchmark kepatuhan
AirDye AirDye technology manages the application of color to textiles without the use of water.[1] It was developed and patented by Colorep, a California-based sustainable technology company.[2] The process of making textiles can require several dozen gallons of water for each pound of clothing.[3] The AirDye process employs air instead of water to help the dyes penetrate fibers, a process that uses no water and requires less energy than traditional methods of dyeing, The technology works only on synthetic materials and is currently available only in the United States. Colorep says it plans to extend its use to Europe by the end of summer, and to Central America by late this year AirDye ® menawarkan sejumlah kemampuan desain ditingkatkan. Foto ini menangkap kemungkinan desain (dalam urutan): "Dye Contrast", "Dye Squared", "Print 2 Dye", atau "Cetak 2 Print" dan revolusioner dan benar-benar unik untuk AirDye ®. Teknologi AirDye mengelola penerapan warna tekstil tanpa menggunakan air. [1] Ini dikembangkan dan dipatenkan oleh Colorep, sebuah perusahaan teknologi berkelanjutan yang berbasis di California. [2] Proses pembuatan tekstil dapat memerlukan beberapa lusin galon air untuk setiap pon pakaian [3] proses AirDye mempekerjakan udara bukan air untuk membantu pewarna menembus serat, sebuah proses yang tidak menggunakan air dan membutuhkan energi lebih sedikit daripada metode tradisional pencelupan., teknologi ini hanya bekerja pada bahan sintetis dan saat ini tersedia hanya di Amerika Serikat. Colorep mengatakan pihaknya berencana untuk memperluas penggunaannya ke Eropa pada akhir musim panas, dan Amerika Tengah pada akhir tahun ini. Technology The AirDye process employs air instead of water to help the dye penetrate the fiber.[3] AirDye technology heats up fabric, then injects dye directly into the fibers in the form of a gas.[2] The AirDye process uses no
water and less energy than traditional methods, while still achieving impressive colors in solids and prints. Airdye is a proprietary technology that cannot be done in the traditionalsublimation or heat transfer process. Paper, which can be recycled, continues to be the medium for transferring disperse dyes to fabric Teknologi Proses AirDye mempekerjakan udara bukan air untuk membantu pewarna menembus serat. [3] teknologi AirDye memanas kain, kemudian menyuntikkan pewarna langsung ke serat dalam bentuk gas. [2] Proses AirDye tidak menggunakan air dan kurang energi daripada metode tradisional, sementara masih mencapai warna yang mengesankan dalam padatan dan sidik jari. Airdye adalah teknologi eksklusif yang tidak dapat dilakukan dalam proses transfer sublimasi atau panas tradisional. Kertas, yang dapat didaur ulang, terus menjadi media untuk mentransfer zat warna dispersi pada kain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar